Tindakan tegas kepada beberapa anggota brimob Polda Jatim oleh Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo melalui Kapolda Jawa Timur, Irjen Toni Hermanto sebagai buntut aksi yel-yel di PN Surabaya mendapat apresiasi dari pengamat Kepolisian Alfons Loemau.
Sejumlah anggota Brimob dinilai telah menganggu jalannya sidang di Pengadilan Negeri Surabaya, pada Selasa (14/2/2023) lalu. Mereka berteriak-teriak saat ketiga terdakwa anggota Polri dibawa masuk Jaksa Penuntut Umum usai skors sidang.
Menurut Alfons Loemau dalam persidangan yang mendapat perhatian luas, Kapolda pun harus terus memantau dan mengawasi situasi. "Kalau pimpinan tertinggi di wilayah turun. Tidak akan ada aksi yang seperti itu," ujar Alfons.
Lebih jauh Alfons menyebut, Kapolda itu pembantu Kapolri. Dalam kasus atensi tinggi seperti persidangan tragedi Kanjuruhan, kemampuan pimpinan kewilayahan untuk men- forchasting atau memprediksi situasi dan langkah tindaknya di lapangan itu kewajiban pimpinan level Kapolda dan Kapolres.
Analisa atas perkiraan kejadian secara berjenjang itulah unsur distribusi kewenangan dalam menajemen organisasi. "Jika hal ini berjalan, tak perlu Kapolri harus turun tangan sampai memberikan instruksi karena soal disiplin anggota seharusnya bukan sesuatu yang rumit," ujarnya.
Atas kejadian di PN Surabaya ini, sebelumnya Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Akhmad Yusep Gunawan telah meminta maaf, atas ulah anggotanya yang dinilai menganggu persidangan tersebut. Kapolres menyebut bahwa aksi Brimob itu spontanitas dan tidak ada perintah atasan.
Alfons berharap, situasi lapangan atas kejadian yang mendapat sorotan publik juga harus menjadi perhatian langsung kepala kewilayahan. "Jangan sampai ada istilah komandan hanya memberi komando dari kantor, tanpa melihat situasi lapangan," katanya.(Ans71)
0 komentar:
Posting Komentar